Blog Post
12
SEKELUMIT SEJARAH SEKOLAH DI INDONESIA DARI MASA KE MASA
- oleh Admin
- Kategori: Artikel Pendidikan
RUMAHEDUKASIDEPOK.COM, DEPOK - Sekolah Zaman Primitif .Saat itu belum ada sekolah seperti zaman sekarang. Masyarakat pada waktu itu masih hidup mengembara dan berburu atau bertani secara sederhana.
Pada masyarakat pertanian anak-anak sejak kecil sudah dilatih dan ikut membantu melakukan pekerjaan di sawah atau di ladang. Berat ringannya pekerjaan tergantung pada umur dan tenaga anak-anak. Misalnya mereka ditugaskan membawa makanan dan minuman ke sawahm, menghalau burung, dan mengangkut padi yang baru disabit ke lumbung.
Anak-anak masyarakat pelaut, sejak kecil diajak ke laut. Mereka diberi tugas menimba air dari dalam perahu, mendayung, mengumpulkan, memperbaiki alat-alat penangkap ikan dan lain-lain.
Berbagai keterampilan yang digunakan untuk mencari penghidupan harus dipelajari, dan dipraktekkan secara langsung. Dengan demikian, pendidikan masa itu tumbuh dari kebutuhan sehari-sehari. Anak-anak dilatih mandiri dan menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi masyarakatnya.
Pada zaman primitif ini ditandai dengan belum adanya tulisan dan budaya tulis-menulis di masyarakat.
Sekolah di Masa Kebudayaan Hindu
Pada saat itu, sesuai dengan peninggalan kebudayaannya, sekolah menggunakan batu bertulis. Berbagai peristiwa ditulis pada batu-batu candi, terutama yang berkaitan dengan nama raja yang berkuasa dan tahunnya. Hanya kaum pendeta yang boleh belajar menulis dengan bahasa yang tidak dipahami oleh rakyat biasa. Pendidikan hanya diperuntukkan bagi golongan mereka. Pada saat itu, batu-batu bertulis menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansakerta.
Di Sriwijaya, para saudagar dan golongan ksatria juga diizinkan belajar, terutama mempelajari berbagai bahasa negaa tetangga karena keharusan bedagang antar negara. Seni sastra pun berkembang dengan baik.
Sekolah di Masa Penyebaran Islam
Pada awal masa penyebaran Islam, pendidikan dan ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat. Hal ini di tandai dengan berkembangnya kota-kota yang menjadi pusat perkembangan iptek, seperti baghdad. Ini berlangsung berabad-abad dan mencapai puncaknya pada abad IX-X. para imam besar melakukan berbagai penelitian dan menuliskannya menjadi berbagai buku ilmu pengetahuan. Ilmu-ilmu keagamaan seperti tafsir al-Qur’an, kitab fiqh, hadits dan lainnya, diajarkan dan dihafalkan oleh sebagian besar penganutnya. Ilmu pengetahuan yang sifatnya “non-keagamaan” juga dikembangkan oleh para ilmuan Muslim itu. Seperti astronomi, kedokteran, aljabar, kimia, sosiologi dan lain sebagainya. Di antara ilmuan itu, kita mengenal nama-nama seperti Ibn Khaldun, Ibn Sina (Avicenna) dan Imam Ghozali.
Memasuki abad ke XVIV, pengajaran agama Islam hanyalah menghafal kitab-kitab yang telah ditulis oleh para ulama terdahulu, sehingga ilmu pengetahuannya menjadi mundur. Saat itulah, para wali songo menyebarkan agama Islam di pulau jawa. Sunan Ampel misalnya, mendirikan lembaga pendidikan Islam pertama yang dinamakan pesantren. Para santri belajar ilmu-ilmu agama dari kyai. Setelah dirasa cukup, beberapa dari santri itu akan mendirikan pesantren baru. Demikian seterusnya, sehingga bermunculan pesantren-pesantren baru, khususnya di puau jawa. Sekolah yang di kembangkan pada saat itu adalah belajar dengan cara sorogan. Gurunya dinamakan kyai. Kyai lah yang dianggap sebagia sumber ilmu berada di tengah, sedangkan para murid duduk di sekelilingnya untuk menerima ilmu dan menghafalkan. Bahkan tidak ada meja dan kursi.
Sekolah di Masa Masuknya Kebudayaan Barat
Bangsa Portugis pertama kali sampai di Asa Tenggara pada permulaan abad ke XVI. Selanjutnya muncul Bangsa Inggis dan Belanda yang hendak menyebarkan agama Katholik dan berdagang.
Salah satu upaya memperluas penyebaran agama Katholik adalah dengan mendirikan sekolah-sekolah. Sekolah guru pertama di wilayah Indonesia didirikan di Ternate oleh para pendeta asal Portugis. Di pulau-pulau sekitar Ternate juga didirikan sekolah-sekolah oleh para gerejawan sembari berdagang cengkeh.
Abad ke XVII, Bangsa Portugis diusir oleh Bangsa Belanda karena para saudagar Belanda membentuk suatu badan dagang yang mereka namakan VOC. Orang ndonesia biasa mengistilahkannya dengan ‘kompeni’. Belanda menggant sekolah-sekolah Katholik dengan sekolah-sekolah Protestan. Sekolah-sekolah tersebut didirikan di daerah Maluku, yang saat itu Maluku kaya akan rempah-rempah. Seperti di Ambon, Bacan, Ternate, dan Batavia. Sekolah-sekolah in kurang disukai oleh orang Indonesia karena agak memaksakan ajaran Kristen kepada para siswanya.
Sekolah Setelah Revolusi Perancis
Daendels (1808-1811) adalah seorang gubernur jenderal Belanda. Ia pun kurang menyetujui pendidikan beragama Kristen. Saat itu, ia menugaskan kepada seluruh Bupati di Jawa untuk mendirikan sekolah-sekolah yang memberikan pendidikan berdasarkan adat-istiadat, undang-undang dan Agama Islam. Namun, pembaharuan pendidikan ini gagal akibat kurangnya biaya untuk pengelolahannya.
Dahulu, sekolah hanya untuk kalangan priyayi dengan sistem magang. Mereka akan menjadi pesuruh dan pegawai tata usaha di kantor-kantor pamong praja.
Pada 1892, didirikan dua jenis sekolah, yaitu sekolah kelas dua dan sekolah kelas satu. Sekolah kelas dua (ongko loro), diperuntukkan bagi anak-anak rakyat biasa dengan pendidikan selama tiga tahun. Pelajaran yang diberikan adalah berhitung, menulis dan membaca. Setelah Indonesia merdeka, sekolah ini menjad Sekolah Rakyat (SR). Sedangkan sekolah kelas satu diperuntukkan bagi anak-anak pegawa pemerintahan Hindia-Belanda dengan masa 4-7 tahun ajaran. Pelajaran yang diberikan lebh banyak, ilmu bumi, sejarah, ilmu hayat, menggambar dan ilmu ukur tanah. Pelajaran-pelajaran tersebut diberikan dalam bahasa melayu dan belanda. Inilah yang disebut HIS (Hollands Indianse School). Sekolah lanjutan didirikan berjenjang setelah HIS atau SR, seperti HBS atau MULO (setingkat SLTP), AMS (Setingkat SLTA), Stovia (Sekolah Kedokteran), dan Sekolah Hakim Tinggi (RHS).
Sekolah di Masa Pergerakan
Sekolah-sekolah mulai didirikan oleh para tokoh pendidik Indonesia, seperti Kyai Haji Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi Muhammadiyah yang bergerak di bidang pembaharuan pendidikan Islam. Sekolah-sekolah Muhammadiyah pun didirikan dan tersebar di seluruh Indonesia, yang mengajarkan pengetahuan umum dan ajaran agama Islam.
Ki Hajar Dewantara, pendiri Taman Siswa, juga ikut berjasa mendrikan sekolah-sekolah untuk pendidikan masyarakat Pribumi. Mereka mengajarkan pengetahuan umum, kebudayaan, dan kebangsaan Indonesia.
Sekolah Setelah Indonesia Merdeka Sampai Saat ini
Pada masa ini, mulai diadakan SD-SD Inpres (instruks presiden), pengangkatan guru-guru, dan pencetakan guru-guru pelajaran. Selanjutnya, didirikan pula SLTP, SLTA, dan beberapa Universitas di berbagai propinsi.
Sekolah-sekolah berkembang sedemkan rupa. Berbagai metode pendidikan diadopsi, terutama pendidikan umum yang dipadukan dengan pendidikan agama. Sekarang ini, kta mengenal sekolah-sekolah terpadu yang waktu berjalannya cukup panjang atau full day school, yang hampir mirip dengan metode pendidikan pesantren.
Wallahu A’lam Bishshowaab.
Artikel Tulisan dari Ilyu Ainun Najie’ Rozzaq
Rep : Awaluddin Faj, M.Pd.I
Komentar
Belum Ada Komentar