Blog Post
02
PENGELOLAAN KONFLIK BERBASIS SEKOLAH
- oleh Admin
- Kategori: Artikel Pendidikan
PENGELOLAAN KONFLIK BERBASIS SEKOLAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kita menyadari bahwa setiap lembaga pendidikan ataupun suatu organisasi dimana di dalamnya terjadi interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya suatu konflik. Arti konflik itu sendiri sebagaimana dikatakan Robbins dalam bukunya “Organization Behavior” adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.[1]
Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan. Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan, karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati.
Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena ketidakpuasan. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan yang berujung pada sebuah konflik. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja.
Dalam suatu lembaga pendidikan kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kebijakan yayasan, ketidaksuaian suatu program, kemajuan teknologi baru, perubahan sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian individu.[2]
Maka dari itu tugas Seorang pimpinan yang ingin memajukan lembaganya atau sekolahannya, harus memahami faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu maupun konflik antar perorangan serta konflik yang disebabkan dari dalam maupun luar sekolah. Pemahaman faktor-faktor tersebut akan lebih memudahkan tugasnya dalam hal menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan menyalurkannya ke arah perkembangan yang positif.[3]
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, dapat diketahui rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Definisi Konflik berbasis sekolah?
2. Faktor Penyebab Konflik didalam sekolah?
3. Solusi Pendekatan Konflik berbasis sekolah?
C. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami tentang konflik berbasis sekolah.
2. Memahami faktor penyebab konflik didalam sekolah.
3. Mengetahui dan memahami pendekatan konflik berbasis sekolah.
D. MANFAAT
Agar pembaca mengetahui tentang konsep konflik berbasis sekolah, penyebabnya serta memahami solusi pendekatan konflik berbabis sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KONFLIK
Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuat tidak berdaya. Konflik juga dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih (invidu atau kelompok) yang memiliki tujuan atau kepentingan yang berbeda.[4]
Menurut kamus bahasa Indonesia (1997), konflik berati percekcokan, pertentangan, atau perselisihan. Konflik juga berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang atau kelompok-kelompok. Setiap hubungan antar pribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat, atau perbedaan kepentingan.[5]
Sedangkan pendapat beberapa pakar mengartikan makna konflik sebagai berikut[6]:
1. Menurut Johnson konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu tindakan pihak lain.
2. Menurut Luthans konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia itu sendiri.
3. Menurut Gibson hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing– masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri–sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.[7]
Sehingga dari definisi pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa konflik adalah segala macam interaksi pertentangan antara dua pihak atau lebih. Konflik dapat timbul pada berbagai situasi sosial, baik terjadi dalam diri individu, antar individu, kelompok, organisasi, maupun negara.
Pengelolaan/manajemen suatu konflik merupakan sebuah keharusan karena manajemen konflik merupakan suatu cara yang digunakan individu untuk menghadapi pertentangan atau perselisihan antara dirinya dengan orang lain yang terjadi di dalam kehidupan.
B. MANAJEMEN KONFLIK
Menurut terry (1973: 7) manajemen ialah proses memperoleh tindakan melalui usaha orang lain. Ia merupakan kekuatan utama dalam organisasi yang mengkoordinir berbagai kegiatan bagian-bagian (sub sistem) serta berhubungan dengan lingkungan. Manajemen memiliki unsur-unsur yang meliputi unsur manusia (manajer dan anggotanya), material, uang, waktu, prosedur serta pasar sehingga manajemen merupakan proses yang dilaksanakan oleh manajer agar organisasi berjalan menuju pencapaian tujuan secara efektif dan efesien.[8]
Dengan demikian manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.[9]
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.[10]
Dalam dunia pendidikan, manajemen konflik merupakan keharusan, karena hal ini sangat dibutuhkan oleh pemimpin sekolah atau manajer dalam upaya menangani berbagai konflik yang timbul sehingga ia mampu menyelesaikan konflik yang terjadi di lembaganya. Manajemen konflik pendidikan dapat diartikan sebagai suatu langkah yang diambil oleh manajer untuk menghindari konflik yang terjadi sehingga tujuan pendidikan dapat terwujud secara optimal.
C. MACAM-MACAM KONFLIK
Menurut James A.F.Stoner dan Charles Wankel mengemukakan bahwa ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.[11] Jenis-jenis konflik ini juga terjadi dalam dunia pendidikan. Secara detailnya dapat diuraikan seperti dibawah ini :
a) Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
b) Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.
c) Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan oleh kelompok kerja mereka.
d) Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.
e) Konflik antara organisasi
Dalam pendidikan konflik semacam ini dapat terjadi seperti konflik antara satu sekolah dengan sekolah lainnya.
D. FUNGSI MANAJEMEN KONFLIK BERBASIS SEKOLAH.
Fungsi Manajemen Konflik Dalam Pendidikan Sekolah Dilihat dari fungsi implimentasi kebijakan untuk menerapkan manajemen konflik, maka pada dasarnya hampir sama dengan fungsi dalam manajemen umum. Rinciannya adalah sebagai berikut: Fungsi-Fungsi Manajemen
Sebagaimana diketahui bahwa dalam dunia manajemen diketahui secara umum beberapa fungsi manajemen, antara lain adalah:
a). Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan tindakan awal dalam proses manajemen. Menurut Robbins (1984) perencanaan adalah proses menentukan tujuan dan menetapkan cara terbaik untuk mencapai tujuan. Dengan adanya perencanaan akan dapat mengarahkan, mengurangi pengaruh lingkungan, mengurangi tumpang tindih serta merancang standar untuk memudahkan pengawasan. Dengan perencanaan akan dapat mengkoordinir berbagai kegiatan, mengarahkan manajer kepada tujuan yang akan dicapai.[12]
b. Pengorganisasian (Organizing)
pengorganisasian adalah proses dimana pekerjaan yang ada dibagi dalam komponen-komponen yang dapat ditaangani dan aktivitas mengkoordinasi hasil-hasil yang akan dicapai sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai. Jadi proses pengorganisasian adalah kegiatan menempatkan seseorang dalam struktur organisasi sehingga memiliki tanggung jawab, tugas dan kegiatan yang berkaiatan dengan fungsi organisasi dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama melalui perencanaan.
Pengorganisasian dalam aktivitasnya mencakup: siapa melakukan apa, siapa memimpin siapa, menetapkan saluran komunikasi serta memusatkan sumber-sumber daya terhadap sasaran.[13]
c. Kepemimpinan (Leadership)[14]
Kepemimpinan menurut Mondy dan premeaux (1995) adalah mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang diinginkan pimpinan untuk mereka lakukan. Jadi kepemimpinan berkaiatan dengan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mempengaruhi orang lain. Intinya adalah hubungan antar manusia.
Ketrampilan memimpin mencakup ketrampilan konseptual (pengetahuan), ketrampilan teknikal dan ketrampilan interpersonal (komunikasi).
d. Pengawasan (Controlling)
Fungsi pengawasan mencakup semua akktivitas yang dilaksanakan oleh manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yag direncanakan.[15]
Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :
Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab seorang manajer atau pemimpin sekolah. Memberikan saluran baru untuk komunikasi. Menumbuhkan semangat baru pada staf. Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi. Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi. Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun kelompok. Biasanya tiap kelompok berupaya melakukan berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.[16]
Selain itu fungsi manajemen konflik pendidikan adalah untuk menghindari konflik, Mengakomodasi (memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain), kompetisi, kompromi atau negosiasi, memecahkan masalah atau kolaborasi.
E. SEBAB TERJANDINYA SEBUAH KONFLIK DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN (SEKOLAH)
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya konflik dalam suatu organisasi pendidikan antara lain adalah: berbagai sumber daya yang langka ditemukan disekolah, perbedaan dalam tujuan antara manager dengan guru, saling ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan, perbedaan dalam nilai atau persepsi. Selain sebab-sebab di atas, ada juga sebab lain yang mungkin dapat menimbulkan konflik dalam pendidikan misalnya gaya seseorang dalam bekerja, ketidakjelasan organisasi (terutama lembaga swasta) dan masalah-masalah komunikasi yang tidak terarah.
Kemudian konflik dapat berkembang karena berbagai sebab, sebagiannya sebagai berikut[17]:
1. Batasan pekerjaan yang tidak jelas
2. Hambatan komunikasi
3. Tekanan waktu
4. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
5. Pertikaian antar pribadi
6. Perbedaan status
7. Harapan yang tidak terwujud
F. SOLUSI PENDEKATAN KONFLIK BERBASIS SEKOLAH
Implimentasi manajemen konflik dalam pendidikan dilakukan dengan beberapa pendekatan. Menurut Donna Crawford dan Richard dalam laporannya menyebutkan bahwa memiliki empat pendekatan dalam melakukan implimentasi manajemen Konflik dalam bidang pendidikan yaitu[18] :
1. Process Curriculum: yaitu dalam penyusun kurikulum selalu melibat seluruh elemen yang berkepentingan. Disamping terus melakukan pelatihan-pelatihan untuk guru dan kalau memungkinkan selalu melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan kurikulum, proses pengembangan dan selalu melakukan follow up terhadap gejala-gejala konflik dalam pendidikan.
2. Mediation Program: menyiapkan training/pelatihan untuk guru supaya mampu memediasi persoalan-persoalan di sekolah. Disamping menyiapkan modul untuk para guru.
3. Peaceable Classroom: yaitu semua guru yang mengajar di sekolah mampu melakukan kerjasama dengan sesama guru dan pihak manajemen sekolah.
4. Peaceable School : Menerapkan manajemen konflik di sekolah secara konperehensif dalam sistem pendidikan. Dengan terus mengembangkan proses pembelajaran untuk siswa, guru dan masyarakan. Guru terus dikembangkan menjadi profesional, murid diharapkan punya informasi tentang konflik dan masyarakat harus punya inistive untuk pemahaman.
Sedangkan Jennifer Batton, dari Cuyahoga Community College dalam laporan global issue resource center memberikan gambaran tentang implimentasi manajemen pendekatan konflik berbasis sekolah. Berikut dibawah ini adalah gambaran manajemen konflik di sekolah : Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan[19]:
1. Disiplin: Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Semua elemen pendidikan harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam lembaga sekolah. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
2. Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan: Konflik dapat dikelola dengan mendukung tenaga pendidik untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; tenaga pendidik junior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi tenaga pendidik senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.
3. Komunikasi: Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terarah dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan kepala manajer/ kepala sekolah untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
4. Mendengarkan secara aktif: Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para kepala manajer/ kepala sekolah telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para tenaga pendidik sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain Introspeksi diri, Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat Identifikasi sumber konflik Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat. Sehingga bila kita bisa mengukur kemampuan kita maka kita bisa mengatasi berbagai konflik yang ada sesuai dengan kemampuan kita masing-masing.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Banyak orang juga berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang buruk, negative, dan merusak. Oleh karena itu, konflik harus dicega dan dihindari. Seseorang yang berasumsi bahwa konflik adalah buruk dan merusak, maka ia akan berupaya untuk menghindari dan mencegah terjadinya konflik. Caranya dengan menghilangkan penyebab terjadinya konflik, yaitu dengan menghindari penyebab konflik dan menindas penyebab konflik tersebut jika suatu konflik akan terjadi dan telah terjadi.[20]
Konflik itu pasti akan kita temui baik dalam lingkungan kerja maupun dalam kegiatan sosial kita, maka dari itu perlunya sebuah manajemen konflik sehingga konflik yang terjadi tidak berkelanjutan. Dalam dunia pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Mulyasa sejalan dengan Taty Rosmiati dan Dedy Achmad Kurniady. Menurut mereka, garda terdepan dalam pengelolaan konflik disekolah adalah kepala sekolah karena ia sebagai pemimpin pendidikan. Apabila seorang pemimpin sekolah telah menjalankan fungsi utama sebagai kepala sekolah, maka diyakini tidak akan terjadi suatu konflik yang signifikan. Adapun fungsi utama seorang pemimpin sebagai berikut.
1. Pemimpin membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerja sama, dengan penuh rasa kebebasan,
2. Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisir diri yaitu ikut serta dalam memberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan dan menjelaskan tujuan.
3. Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur kerja, yaitu membantu kelompok dalam menganalisis situasi untuk kemudian menetapkan prosedur mana yang paling praktis dan efektif.
4. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok.
5. Pemimpin memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari pengalaman.
6. Pemimpin mempunyai tanggung jawab untuk melatih kelompok menyadari proses dan isi pekerjaan yang dilakukan dan berani menilai hasilnya secara jujur dan obyektif.
Oleh karena itu seorang kepala sekolah haruslah tangguh. Ketangguhan kepala sekolah akan menciptakan sekolah yang bermutu dan kompetitif. Katengguhan ini menggambarkan bahwa kepala sekolah itu memiliki (1) kekuatan teknikal penerapan fungsi-fungsi manajemen; (2) kekuatan manusia pemanfaatan potensi sosial sekolah; (3) kekuatan pendidikan dan kepemimpinan; (4) kekuatan simbolik atas kedudukan profesional; dan (5) kekuatan budaya sebagai sistem nilai yang berorientasi pada budaya mutu dan etos kerja yang tinggi. Hal ini sebagaimana yang diutarakan oleh Syaiful Sagala dalam bukunya Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan.[21]
DAFTAR PUSTAKA
Ardy Maulidy Navastara, Manajemen Konflik: Definisi dan Teori Praktek, jepits. wordpress.com.
Eko Putro Widoyoko, Manajemen Konflik Dalam Organisasi, www.um-pwr.ac.id
Echols, JM dan Shadily, 1983 Kamus Ingris – Indonesia Penerbit PT. Gramedia Jakarta: 1983
Fisher, dkkk. 2002 Mengelola Konflik, Ketrampilan Dan Strategi Untuk Bertindak. The British Council
Gibson, James L, et.al 1977 Organisasi Perilaku, Struktur, Proses Alih Bahasa oleh Andriani, Jakarta Binarupa Aksara.
H. Ahmad Thantowi, Drs Manajemen Konflik makalah yang ditulis pada Widyawiswara Madya Balai Diklat Keagamaan Palembang.
Jennifer Batton, A World of Possibilities: Conflict Resolution Education Around the Globe Educators as Change Agents, Global Issues Resource Center, www.tri c.edu/community/girc.htm
Kartini Kartono, 1992 Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: Rajawali Press.
Muhammad Muspawi, Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan. Volume 16, Nomor 2, Hal: 41 bulan Juli – Desember 2014.
Nanang Fattah, 2001 Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syafaruddin dan Irwan Nasution, 2005 Manajemen Pembelajaran, Ciputat: Quantum teaching.
Syaiful Sagala, 2010 Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Bandung: Alfabeta.
Wirawan. 2010 Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi, dan Penelitian . Jakarta: Salemba Humanika
Winardi, 1994 Manajemen Konflik Perubahan Dan Pengembangan. Bandung: Mandar Maju.
[1] Eko Putro Widoyoko, Manajemen Konflik Dalam Organisasi, www.um-pwr.ac.id diakses pada Senin, 28 Desember 2015 Pukul 20.00 WIB
[2] Winardi, Manajemen Konflik Perubahan Dan Pengembangan. Bandung: Mandar Maju,1994. h.2
[3] Ibid, Winardi, Manajemen Konflik Perubahan Dan Pengembangan, h: 4
[4] Echols, JM dan Shadily, Kamus Ingris – Indonesia Penerbit PT. Gramedia Jakarta: 1983 h: 20
[5] Muhammad Muspawi, Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan. Volume 16, Nomor 2, Hal: 41 bulan Juli – Desember 2014.
[6] Drs. H. Ahmad Thantowi, Manajemen Konflik makalah yang ditulis pada Widyawiswara Madya Balai Diklat Keagamaan Palembang.
[7] Gibson, James L, et.al Organisasi Perilaku, Struktur, Proses Alih Bahasa oleh Andriani, Jakarta Binarupa Aksara, 1977 h. 347
[8] Syafaruddin dan Irwan nasution, Manajemen Pembelajaran, (Ciputat: Quantum teaching, 2005), h. 70-71
[9] Ardy Maulidy Navastara, Manajemen Konflik: Definisi dan Teori Praktek, jepits. wordpress.com. diakses pada hari senin, 28 Desember 2015 Pukul 20.00 WIB
[10] Ibid Ardy Maulidy Navastara, Manajemen Konflik: Definisi dan Teori Praktek.
[11] Lop. Cit James L, et.al Organisasi Perilaku, Struktur, Proses. h; 377
[12] Syafaruddin dan Irwan nasution, Manajemen Pembelajaran, hal. 72
[13] Ibid, Syafaruddin dan Irwan nasution , hal. 73
[14] Macam-macam type Pemimpin yaitu otokratik, yaitu menyuruh bawahannya melakukan sesuatu tanpa ada pertanyaan. Pemimpin partisipatif, yaitu selalu melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan tetapi otoritas akhir sering berada di tangan pemimpin. Pemimpim demokratis, yaitu selalu mencoba memperhatikan dan me.akukan apa yang dinginkan kebanyakan bawahannya. Pemimpin yang membebaskan bawahan (laissez faire), yaitu cenderung tidak melibatkan diri kepada pekerjaan bawahan
[15] Ibid, Syafaruddin dan Irwan nasution , hal. 73
[16] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: Rajawali Press,1992. h:213
[17] Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, hal. 32-34.
[18] Fisher, dkkk. Mengelola Konflik, Ketrampilan Dan Strategi Untuk Bertindak. The British Council 2002
[19] Jennifer Batton, A World of Possibilities: Conflict Resolution Education Around the Globe Educators as Change Agents, Global Issues Resource Center, www.tri c.edu/community/girc.htm
[20] Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi, dan Penelitian . Jakarta: Salemba Humanika, 2010. h. 113-114
[21] Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 89.
Komentar
Belum Ada Komentar