Blog Post
25
Pendidikan di Negera yang Sedang Berkembang
- oleh Admin
- Kategori: Artikel Pendidikan
Pendidikan Di Negara-Negara Yang Sedang Berkembang
Pendahuluan
Pendidikan merupakan proses yang dilakukan oleh setiap undividu menuju kearah yang lebih baik sesuai dengan potensi kemanusiaan. Proses ini hanya berhenti ketika nyawa sudah tidak ada di dalam raga manusia. Sebagaimana yang dikemukakan oleh John Dewey seorang tokoh pendidikan: “Educational process has no end beyond it self, it is in it’s own an end”, yang berarti proses pendidikan itu tidak akan pernah berakhir. Karena dalam kehidupan sebuah bangsa, pendidikan merupakan sebuah faktor penentu dalam kemajuan dan perkembangan bangsa tersebut. Kualitas sumber daya manusia yang dimiliki sebuah bangsa menentukan kualitas dari bangsa itu sendiri.
Pendidikan selama ini diyakini oleh sebagian orang sebagai sarana yang tepat untuk mengubah dan membentuk pribadi yang beradab ( civilized ), berakhlaq mulia ( character building ) serta berkepribadian cerdas dan unggul.
Pengertian Pendidikan
Pendidikan menurut pandangan islam adalah merupakan bagian dari tugas kekhilafahan manusia. Karena manusia adalah khilafah, berarti manusia menerima wewenang dari Allah SWT untuk melaksanakan pendidikan terhadap alam dan manusia, maka manusialah yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan tersebut ( Zuhairini, 2005 )[1]. Pendidikan sebagai bagian dari tugas kekhilafahan manusia, menurut islam, harus dilaksanakan oleh manusia dengan penuh tanggung jawab.
Athiyah Abrasyi, sebagaimana dikutip Zuhairini, mengatakan bahwa pendidikan islam adalah untuk mendidik anak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah ( keutamaan ), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur (Zuhairini, 2005)[2]
Sedangkan Mahmud Yunus sendiri menyatakan bahwa pendidikan lebih luas dari pada ta’lim, sebab pendidikan/at-tarbiyah meliputi upaya : 1) menumbuhkan jasmani dan menyediakan sesuatu yang dibutuhkan. 2) menumbuhkan kemampuan berfikir dan kecerdasan, baik secara indrawi maupun kekuatan pemikirannya dengan petunjuk, argumentasi, cara menarik kesimpulan, daya khayal dan sebagainya. 3) pembinaan akhlaq yang mulia dan pembentukan kebiasaan baik, seperti taat, jujur dalam perkataan dan perbuatan, dapat dipercaya, disiplin dan saling menghormati, kesemuanya itu dapat terwujud dengan nasehat-nasehat, pengajaran dan teladan yang baik. Pendidikan adalah suatu gejala masyarakat, dengan pengertian bahwa masyarakat sejak dahulu kala sistemnya berada di dalam kegiatan mendidik anak-anaknya, karena tugas orang tua adalah mendidik anak mereka. Dari aspek inilah timbul dan berkembangnya ilmu perbandingan pendidikan.[3] Maka dari itu kita akan mengupas tentang “Bagaimana pendidikan dinegara-negara berkembang”?
Pendidikan di Negara berkembang
Dalam membentuk suatu tatanan masyarakat yang makro dibutuhkan formulasi-formulasi mikro yang membentuknya. Formulasi-formulasi tersebut adalah manusia yang berlatar belakangkan pendidikan. Maka tak ayal, bahwa alasan yang selalu menyudutkan pendidikan pada fenomena sekarang ini, bertolak dari sebuah wacana yang berkembang, dengan pendapat bahwa pendidikan merupakan ukuran suatu bangsa.
Adapun pengertian yang berkembang mengenai pendidikan didasari oleh suatu sikap yang berpendapat, bahwa pendidikan memainkan peranannya sebagai mobilitas sosial-ekonomi individu atau negara. Dominasi sikap seperti ini dalam dunia pendidikan telah melahirkan patologi psiko sosial, terutama di kalangan peserta didik dan orang tua, yang terkenal dengan sebutan “penyakit diploma” (diplomadisease), yaitu usaha dalam meraih suatu gelar pendidikan bukan karena kepentingan pendidikan itu sendiri, melainkan karena niai-nilai ekonomi sosial-ekonomi.[4] Oleh karenanya, tidak mengherankan kalaulah ranah ini merupakan sasaran tepat yang selalu dijadikan kambing hitam oleh beberapa kalangan akademisi. Hal ini sejalan dengan kesatuan pendapat, bahwa pendidikan merupakan faktor yang urgen dalam menghasilkan warga negara yang baik dan pekerja yang baik.[5] Fenomena ini kerap terjadi dinegara yang berkembang.
Berbeda dengan Negara-negara maju atau modern yang mana pendidikan mengalami pertumbuhan dan perkembangan sehingga menjadi Negara yang makmur sejahtera serta kuat baik secara ekonomi, politik, social, budaya dan sebagainya. Adapun upaya untuk Negara yang berkembang berusaha untuk bangkit dalam mengadakan pembangunan berbagai aspek kehidupan. Cirri khas dari Negara yang berkembang adalah:
1. Baru mengalami kemerdekaan atau lepas dari penjajahan
2. Secara ekonomis masih miskin dan masih bergantung pada alamnya
3. Tingkat pendudukan yang meningkat karena angka kelahiran yang tinggi
4. Berpegang teguh pada warisan budaya tradisional secara turun menurun.
Dalam kontek ini, bagi Negara-negara yang berkembang pada umumnya memusatkan perhatian pada pengembangan system pendidikan nasionalnya.[6] Katerbelakangan dari Negara-negara yang berkembang dalam hal pendidikan disebabkan oleh kebijakan-kebijakan pendidikan dalam rangka pembangunan nasional bangsa/Negara. Banyak sekali perbedaan tentang pendidikan di Negara yang berkembang dan dinegara yang modern baik dalam aspek ekonomi, budaya, social dan politik. Didalam suatu Negara harus dilakukan/dilaksanakan pendidikan karena Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Karena di dalamnya terdapat komponen-komponen yang mendukung berbagai aktifitas dan kegiatannya. Dalam pendapat lain, pendidikan berintikan sebagai interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan[7]. Artinya, bahwa pendidikan adalah terjalinnya hubungan antara individu satu dengan lainnya, yang saling membantu. Adapun interaksi ini dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, ataupun dalam masyarakat. Akan tetapi sebenarnya, pendidikan bukan sekedar mendidik anak didik, tapi pendidikan itu mempunyai program yang rutin dan sistem pengembangannya dalam rangka meningkatkan intelegensi anak didik dan tentunya menjadikan anak didik itu bisa menghasilkan karya dan prestasi agar bisa berdikari dan mandiri.
Jhon Dewey menyatakan, bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi sosial, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup.[8] Pernyataan ini menjelaskan bagaimanapun keadaan suatu masyarakat, memerlukan adanya pendidikan. Maka dalam pengertian umum, kehidupan dari masyarakat tersebut akan ditentukan aktifitas pendidikan di dalamnya. Sebab pendidikan secara alami sudah merupakan kebutuhan hidup manusia.
Arti dari pedidikan menurut Jhon Dewey adalah, proses pembentukan kecakapan-kecakapan fondamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Pengembangan yang ada pada diri manusia dalam proses pembentukannya akan kembali untuk kepentingan diri sendiri dan masyarakat sekitar. Pendidikan pada akhirnya akan berperan menciptakan masyarakat berkeadaban. Yaitu suatu masyarakat yang anggota-anggotanya mengetahui dan bisa terus menjalankan aturan dan mekanisme yang sudah dibuat dan disepakati sesama.
Asumsi di atas hampir senada dengan pandangan Islam, walaupun pada dasar ideologinya berbeda jauh dan bersebrangan, yang mengatakan, bahwa pendidikan merupakan sebagai tujuan untuk menciptakan manusia yang baik. Mengutip pendapat dari Syed Naquib al-Attas dalam bukunya Islam and sucalarism, yang perlu ditentukan dalam pendidikan adalah nilai manusia sebagai manusia sejati, sebagai warga dari kota yang terdapat dalam dirinya, sebagai warga negara dalam kerajaannya yang mikro, sebagai suatu yang bersifat spiritual, dan dengan demikian yang ditekankan itu bukanlah nilai manusia sebagai entitas fisik yang diukur dalam konteks pragmatis dan utilitarian berdasarkan kegunaannya bagi Negara, masyarakat dan dunia.[9] Dalam karya selanjutnya, al-Attas menekankan bahwa penekanan terhadap individu bukan hanya sesuatu yang prinsipil, melainkan juga strategi yang jitu pada masa sekarang.[10] Dan selanjutnya mengingatkan:
“Penekanan terhadap Individu mengimplikasikan…pengetahuan mengenai akal, nilai, jiwa dan maksud yang sebenarnya (dari kehidupan ini) : sebab akal, nilai, dan jiwa adalah unsur-unsur inheren setiap individu..(sedangkan) penekanan terhadap masyarakat dan Negara…membuka pintu menuju sekulerisme, termasuk di dalamnya ideology dan pendidikan sekuler”.[11]
Pendidikan dan pembanguna
Untuk mngejar ketertinggalan dalam pelaksanaan pendidikan dinegara yang berkembang maka perlu adanya pembangunan pendidikan sehingga dapat mengasilkan pendidikan yang baik dan sesuai dengan kebijakan system pendidikan nasional yang ditetapkannya. Adapun upaya-upaya yang harus diterapkan adalah :
1. Meningkatkan jumlah orang yang masuk sekolah formal
2. Percepatan peluasan sekolah formal
Walauupun banyak Negara yang berkembang mengalami kesulitan pembangunan yang barangkali lebih sulit mengatasinya daripada yang dihadapai Negara maju sekarang. Negara yang maju sekarang relative mempunyai jumlah penduduk kecil dimasa pembangunan.sedangkan di Negara yang berkembang disama pembangunan memiliki jumlah penduduk yang banyak.
Upaya untuk itu perlu diadakan usaha proyeksi manpower yaitu penekanan secara khusus berdasarkan dari salah satu berikut :
1. Meningkatkan tingkat pendidikan untuk menunjukkan bahwa pendidikan itu sendiri menurunkan angka kelahiran
2. Meningkatkan pendidikan tambahan khusus yang berorientasi langsung pada keluarga kecil ideal dan pemahaman control kelahiran akan membawa proses kelahiran yang baik.
Pendidikan Guru
Pendidik adalah orang yang mendidik, sedangkan dalam bahasa inggris disebut teacher yang artinya guru, secara fungsional menunjukkan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan. Pendidikan, pengalaman dan sebagainya dengan tujuan untuk mencapai sebuah tujuan yang diharapkan[12]. Guru adalah pendidik di lembaga pendidikan formal, atau di sekolah. Guru membantu anak didik dalam lembaga pendidikan sebagai tanggung jawab kepada orang tua, masyarakat dan Negara demi terciptanya Tujuan Nasional Pendidikan.
Guru yaitu “orang yang digugu dan ditiru”. Di dalam Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, Guru atau Pendidik diartikan sebagai tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai tutor, dosen, konselor, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.[13]
Seorang guru memiliki wewenang atas anak didiknya selayaknya sebagai orang tua di sekolah.[14] Sehingga seorang guru memiliki tugas mulia yang diembannya. Hadari Nawawi mengatakan bahwa seorang guru harus bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dan membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing[15]. Pada hakekatnya tugas seorang guru adalah mendidik. Mendidik itu jelas lebih luas dari pada mengajar, karena mengajar itu sendiri termasuk sebagai salah satu bagian dalam mendidik. Mengajar itu hanya terpusat pada pelajaran formal dari suatu ilmu yang diajarkan, maka mendidik di samping pada pelajarannya tersebar pula berbagai faktor lain yang pada dasarnya membentuk pribadi seorang anak didik. Sebagai contoh adalah faktor tata krama, budi pekerti, agama, kebiasaan hidup dan sebagaimya.[16] Seorang guru pun hendaknya tidak hanya sebagai pengajar saja (membimbing dan memimpin), tetapi juga dituntut untuk dapat mengembangkan seluruh potensi dan kepripbadian siswa yang diasuhnya. Jadi bukan semata-mata sebagai formalitas mengontrol dan mengkritik tetapi seorang guru harus menjiwai perannya sebagai guru.[17]
Perlu kita ketahui bahwasannya sector yng sangat penting harus mendapatkan perhatian serius dalam pengembangan system pendidikan Negara berkembang adalah sector pendidikan guru karena sentral figure dan salah satu pusat syaraf dari system pendidikan. Tugas utama dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah terlebih dahulu meningkatkan tingkat pendidikan guru-guru yang ada dan berusaha membari mereka latihan kerja sehingga dapat mengetahui standar status mutu guru.
Penutup
Problematika yang sering terjadi di Negara-negara yang berkembang kurangnnya peningkatan mutu standar guru serta banyaknya jumlah penduduk sehingga tidak heran apabila pendidikan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan system pendidikan nasional yang ada. Adapun upaya yang signifikan yang perlu dilakukan adalah proses pelatihan kerja bagi guru untuk meningkatkan mutu guru tersebut.
Kehadiran guru dalam proses pembelajaran merupakan peranan yang penting, peranan guru itu belum dapat digantikan oleh teknologi apapun. banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, perasaan, motivasi dan keteladanan yang diharapkan dari hasil proses belajar mengajar yang dapat dicapai kecuali melalui guru. Peranan guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal antara lain sebagaimana dikemukakan oleh Aadms dan Decey didalam bukunya “Basic Principles Of Student Teaching”, antara lain adalah guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencana, supervisor, motivator dan konselor. Sehingga kita mengatahui bagaimana seorang guru memiliki peran ganda dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran.
Guru adalah sebagai pemegang kendali atau sebagai generator pengerak bagi anak didiknya. Ia harus mempunyai sebuah komitmen yang kompeten serta mempunyai kepribadian yang dapat digugu dan dapat ditiru oleh para anak didiknya dalam kehidupan individu maupun bermasyarakat. Seorang guru atau pendidik bisa dikatakan berhasil jika ia dapat memerankan amanatnya sebagai seorang motivator atau pendorong semangat belajar anak didik dalam mengembangkan seluruh potensi dan kepripbadiannya dan juga bisa menjalankan tugasnya dengan penuh rasa tanggung jawab yang tinggi sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional.
Referensi
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara dan Departemen Agama, 1995
Arifin, Prof. H. M. M. Ed, Ilmu Perbandingan Pendidikan, PT. Golden Terayon Press, Jakarta, 1994 hal 16.
Dore, Ronald, Thediploma Disease: Education, Qualifikation, and Devolepment (George Allen and Uwin, 1976:Jandhayala B.G. Tilak, Education for Development in Asia(new Delhi: Sage publications, 1994)
Islamia, Konsep al-Attas tentang Ta’dib:(Gagasan Pendidikan yang tepat dan komprehensif dalam Islam). Hal.76.Thn.II No.6/Juli-September 2005
Tadjab, Drs. M.A. Perbandingan Pendidikan Studi Perbandingan Tentang Beberapa Aspek Pendidikan Barat Modern, Pendidikan Islam Dan Pendidikan Nasional. Karya abditama Surabaya 1994
Sukmadinata, Nana Syaodih, Prof. Dr. Pengenbangan Kurikulum Teori dan Praktek, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007.
Jalaludin, H. Teologi Pendidikan, RajaGrafindo, jakarta,2001.
al-Attas, Syed Muhhammad Naquib, Islam and Sucalirism, Kuala Lumpur: Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM), 1978; cetakan kedua dengan pengantar baru oleh International Institute of Islamic Thought civilization (ISTAC), 1993, hal. 141 dikutip dalam Islamia, Konsep al-Attas tentang Ta’dib: (Gagasan Pendidikan yang tepat dan komprehensif dalam Islam),
al-Attas, Syed Muhhammad Naquib. Introduction, dalam 1977. Aims of objectives of Islamic Education. Hodder and Stroughton. King Abdul Aziz University. Jeddah. Hal.6 dikutip dari Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat Pendidikan Islam, Syed M, Naquib al-Attas, Mizan Media Utama, Bandung 2003,
Basuki, M,Ag dan Dr. M. Miftahul Ulum, M.Ag, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Stain Press, cetakan Pertama. 2007.
Prof. Dr. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2006,
Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2001.
Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah Dan Pengelolahan Kelas, Jakarta: haji Masanggung, 1989.
Ridwan Halim, Ahmad, Tindak Pidana Pendidikan (Suatu Tinjauan Filosofis Edukatif), Ghalia Indonesia, Surabaya, 1985.
Soetopo, Hendiyat dan Soemanto, Wasty, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, Bima Aksara, Jakarta, 1988.
Djamarah, Syaiful Bahri, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Usaha Nasional, Surabaya,1994.
Yamin ,Martinis, Profesionalisasi Guru dan implementasi KTSP(Dilengkapi UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen), Gaung Persada Press, Jakarta, 2007.
Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar, Bumi Aksara, Jakarta, 2001.
http://www. Tugas Guru Dalam Pendidikan. Com.
[1] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara dan Departemen Agama, 1995), p .2-3
[2] Ibid, p : 5-6
[3] Prof. H. M. Arifin, M. Ed, Ilmu Perbandingan Pendidikan, PT. Golden Terayon Press, Jakarta, 1994 hal 16.
[4] Ronald Dore, Thediploma Disease: Education, Qualifikation, and Devolepment (George Allen and Uwin, 1976:Jandhayala B.G. Tilak, Education for Development in Asia(new Delhi: Sage publications, 1994), hh. 92 dan 141. Untuk gambaran mengenai kondisi seperti ini yang terjadi di Pakistan pada 1970-an, lihat I.H. Qureisyi, Education in Pakistan: An Inquiri into Objektives and Achievement (Karachi: Ma’aref Ltd, 1975), hh.55-56 dikutip dalam Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, Syed M. Naquib al-Attas, penerbit Mizan, Bandung 2003, hal. 166
[5] Islamia, Konsep al-Attas tentang Ta’dib:(Gagasan Pendidikan yang tepat dan komprehensif dalam Islam). Hal.76.Thn.II No.6/Juli-September 2005
[6] Drs. Tadjab M.A. Perbandingan Pendidikan Studi Perbandingan Tentang Beberapa Aspek Pendidikan Barat Modern, Pendidikan Islam Dan Pendidikan Nasional. Karya abditama Surabaya 1994 hal: 114
[7] Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengenbangan Kurikulum Teori dan Praktek, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007, hal.1
[8] H. Jalaludin, Teologi Pendidikan, RajaGrafindo, jakarta,2001.hal.65.
[9] al-Attas, Syed Muhhammad Naquib, Islam and Sucalirism, Kuala Lumpur: Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM), 1978; cetakan kedua dengan pengantar baru oleh International Institute of Islamic Thought civilization (ISTAC), 1993, hal. 141 dikutip dalam Islamia, Konsep al-Attas tentang Ta’dib: (Gagasan Pendidikan yang tepat dan komprehensif dalam Islam), hal. 76,THN II No.6/Juli-september 2005
[10] Syed Muhammad Naquib al-Attas. Introduction, dalam 1977. Aims of objectives of Islamic Education. Hodder and Stroughton. King Abdul Aziz University. Jeddah. Hal.6 dikutip dari Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat Pendidikan Islam, Syed M, Naquib al-Attas, Mizan Media Utama, Bandung 2003, hal.173
[11] Ibid. Hal.173
[12] Basuki, M,Ag dan Dr. M. Miftahul Ulum, M.Ag, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Stain Press, cetakan Pertama. 2007. Hal; 78
[13] Prof. Dr. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2006, hal: 58.
[14] Drs. Abu Ahmadi dan Dra. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hal: 241.
[15] Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah Dan Pengelolahan Kelas, Jakarta: haji Masanggung, 1989. Hal:123
[16] A. Ridwan Halim, S.H, Tindak Pidana Pendidikan (Suatu Tinjauan Filosofis-Edukatif), Ghalia Indonesia, Surabaya, 1985, hal: 78.
[17] Drs. Hendiyat Soetopo dan Drs. Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, Bima Aksara, Jakarta, 1988, hal: 135.
Komentar
Belum Ada Komentar