Blog Post
08
Gontor Menjadi Kharismatik Tersendiri
- oleh Admin
- Kategori: Artikel Tentang Pendidikan Pesantren
GONTOR MENJADI KHARISMATIK TERSENDIRI
Siti Rahmawati, Ibunda dari Najmi Fadhil Athallah Zaki kelas 1 D Gontor Kampus 3 Darul Ma’rifat Kediri
Gontor telah menjadi mimpi tersendiri, hal ini muncul ketika kami bertugas di Sulit Air Riau berdekatan dengan Pondok Modern Darussalam Gontor 13.
Tak terbayang rasanya bila memiliki anak yang bisa menjadi santri Gontor, lorong-lorong waktu telah terlalui, sejak beranjak kelas 6 SD anak kami bersemangat untuk ke Gontor, dengan mencari berbagai literasi dan informasi akhirnya kami mendapatkan informasi tentang Gontor.
Kiprah alumninya yang sangat luar biasa, apalagi kisah perjalanan Ahmad Fuadi dalam Novel triloginya “5 Menara” menjadi setruman yang luar biasa bagi anak kami.
Dalam bukunya yang mengisahkan “anak rantau dari sebuah desa di Bayur, Maninjau Sumatera Barat melintasi bukit barisan menyebrangi Sumatera menuju sebuah desa kecil di Ponorogo Jawa Timur, demi bakti kepada orangtua dan sebuah cita cita mulia, berhari-hari perjalannya menuju Gontor menjadi inspirasi tersendiri bagi anak kami” Jika penulis terpesona Gontor oleh mantra sakti “Man Jadda Wajada”, siapa yang bersungguh sungguh maka dapatlah ia, maka anak kami Najmi terpesona dengan Gontor oleh tulisan yang luar biasa tentang pencarian makna hidup dan kemuliaan akhlak yang di rangkai penulis dengan indah.
Ketidaktahuan kami tentang pendaftaran di Gontor, serta apa aja yang harus disiapkan, berapa tahapan ujian yang dilalu sampai dinyatakan lulus dan menjadi santri Gontor, walaupun pada awalnya saya merasa yakin dan percaya diri, karena putra kami memiliki kemauan yang kuat, cukup lancar membaca Al-qur’an, sedikit mengerti tentang ilmu tajwid dan bebera surah pendek dalam Juz Amma, sehingga kami bertekad untuk berangkat mendaftar dengan pengetahuan yang ada.
Rupanya kami keliru, setelah mendapat informasi bahwa materi ujian tidaklah cukup dengan hanya kemampuan itu saja, apalagi anak saya berlatar belakang sekolah SD negeri.
Alhamdulillah melalui seorang teman sesama calon wali santri saya di perkenalkan dengan Bimbel PRIMAGO, lembaga bimbingan belajar untuk persiapan masuk Gontor. Itupun ternyata kami sudah terlambat, waktu untuk bimbingan sudah lewat karena pendaftaran ke Gontor hanya tinggal sebulan lagi, dan meskipun Najmi tidak berkesempatan mengikuti Bimbingan Belajar dan Try Out (Simulasi Masuk Gontor) yang di adakan oleh PRIMAGO, tetapi PRIMAGO mengadakan Ramadhan Camp selama 4 hari untuk Najmi dan teman teman.
Walaupun sedikit pesimis karena putra kami belum mengikuti persiapan sama sekali, alhamdulillah Ustad Awaluddin memberikan keyakinan dan dorongan kepada kami untuk terus berusaha dan ikhtiyar dengan apapun hasilnya nanti. Dari hasil evaluasi kegiatan Romadhon Camp ini diketahui bahwa penguasaan materi putra kami hanya di bawah 50 %. Saya sempat berkecil hati, mengingat waktu pendaftaran yang hanya beberapa minggu lagi. Lagi-lagi ustad Awaluddin sebagai inisiator Program memberikan motivasi agar jangan patah semangat dan terus berusaha maksimal agar putra kami bisa masuk Gontor sesuai dengan harapan kami.
Sepulang dari kegiatan Romadhon Camp, putra kami sangat semangat dalam belajar, motivasinya sangat tinggi sehingga kami terharu dengan kegigihannya, kami tidak tahu apa yang diberikan selama kegiatan Romadhon Camp, sehingga putra kami mengalami perubahan yang luar biasa, sehingga akhirnya kami memutuskan untuk mengikuti Program pendampingan ujian yang diadakan oleh PRIMAGO.
Karena kemauan kuat anak kami dan keinginan kami agar mempunyai anak yang bisa menjadi santri Gontor, kenapa kami begitu tertarik dengan Pesantren Gontor? Karena Sistem pendidikan di Gontor adalah Kulliyatu-l-Muallimat Al islamiyyah (KMI), KMI berjenjang 6 tahun ditambah 1 tahun pengabdian, diakui oleh Republik Persatuan Arab, Mesir, Pakistan dll. Lulusan Gontor bisa diterima di Universitas manapun, jadi anak bisa jadi apa saja.
Sedangkan untuk tes masuk KMI diikuti oleh ribuan santri, sehingga menjadi kekaguman tersendiri bagi kami, adapun ujian yang dihadapi meliputi ujian lisan (syafahi) dan tulisan (tahriri). Ujian lisan : psikotest, ilmu tajwid, praktek ibadah (amaliyah dan qauliyah), ujian tulisan : imla (dikte tulisan arab), bahasa Indonesia dan matematika. Adapun Peserta yang mendaftar ikut ujian KMI tahun 2017 berjumlah 2.765 orang termasuk anak kami. Peserta berasal dari berbagai daerah di Indonesia juga dari Negara lain seperti Malaysia, Thailand, Brunei, India dll.
Saya yang sebelumnya hanya tahu dari cerita saja tentang Pondok Modern Darussalam Gontor yang telah ber usia ke 91 tahun, alhamdulillah akhirnya saya bisa menginjakan kaki ke sana dan bisa merasakan “pesona“ nya langsung. ” Subhanallah” tak ada kata lain yang bisa di ucapkan , kalau teman penasaran silahkan ikuti jejak saya, ini menjadi pengalaman tersendiri bagi saya. Pengalaman luar biasa dalam hidup saya ada dua, yaitu:
1) ketika melahirkan anak saya satu persatu.
2) ketika mendengar pengumuman kelulusan anak saya di KMI.
Sebelum pengumuman dimulai, Pimpinan Pondok KH Hasan Abdullah Sahal memberikan sambutan kepada wali calon santri tentang apa itu pondok pesantren dan tujuannya, kenapa Gontor tidak mau di liput media dan intervensi oleh pihak manapun.
Di Gontor semua latar belakang ada, Muhammadiyah, NU, Persis, dll, semua mazhab ada dan di pelajari , jika ada yang bertanya Gontor aliran apa, ya aliran Gontor!. Muhammadiyah tidak boleh tersinggung karena sholat pake qunut, NU tidak boleh ngambek karena sholat tidak pake qunut. Gontor lebih menitik beratkan pada akhlak dan kedisiplinan .
Pesan Pimpinan Pondok Gontor, jika ada orang tua yang protes karena anaknya tidak lulus KMI padahal sudah hafal 3 juz, Nemnya paling tinggi se kabupaten , jangan salah , Gontor tidak meluluskan yang hanya latar belakang juara atau hapal qur’an saja, tapi niat yang kuat pada diri anak untuk belajar di pesantren, dan yang paling utama harus bisa menulis dalam huruf arab. karena semua pelajaran di Gontor dalam tulisan Arab, jadi jika di luluskan yang tidak bisa tulisan arab sama halnya seperti bayi di suruh makan kacang.
Ada yang mengharukan ketika sebelum pengumuman kelulusan, saya dan suami baru datang sehari sebelum pengumuman sedangkan anak kami Najmi sudah sepuluh hari sebelumnya karena menjalani ujian, kami menemui dia di pinggir jalan di luar pondok. saya yang sudah kangen langsung memeluknya dan menanyakan kabarnya, bukannya menjawab dia malah berkata “mamah, zaki sekarang sudah bisa membedakan mana tha’ marbutho’ dan tha maftuhah” ujarnya dengan mata berbinar, saya peluk kemudian saya bisik kan ke telinganya “nak kamu sudah menjadi pejuang kecil kami, semoga Allah berikan takdir terbaik hidupmu“. Dia mengangguk pelan dan menatap saya lekat – lekat.
Saat pengumuman kelulusan di Gontor itu unik, nomer pesertanya di bacakan satu satu, bukan nama pesertanya. Misalnya begini yang lulus di Gontor ditempatkan di kampus 1 Ponorogo nomor peserta 1, 5, 6… terus samapai 2.765. Yang di tempatkan kampus 2, nomor di ulang lagi dari awal lagi misal 2,40,150,300 dan seterusnya yang dikampus 3 nomor sekian…dan seterusnya sampai kampus 6. O iya Gontor ada 13 cabang gontor putra dan 7 kampus gontor putri, yang lokasinya tersebar di seluruh Indonesia. Khusus untuk test penerimaan dan yudisium akhir masa pendidikan di pusatkan di Gontor kampus 1 Ponorogo.
Bayangkan, 12 rb an pasang telinga di hari minggu tanggal 9 Juli 2017 kemarin, mendengarkan dengan penuh harap semoga nomor anaknya ada dari salah satu yang di bacakan. Disebelah kanan kiri tempat saya duduk, isak tangis pecah dari orangtua yang anaknya tidak lulus. ada yang jauh jauh datang dari Malaysia, dari jambi, Banjarmasin dll. Beragam cerita mereka ada yang sudah sebulan tinggal disitu, ada yang tinggal di selasar mesjid atau teras rumah warga, karena penginapan sudah full booking sejak 3 bulan yang lalu, ada yang sudah kehabisan uang dan banyak lagi cerita.
Alhamdulillah Najmi di nyatakan lulus dan di tempatkan di kampus 3 Kediri. Mengingat perjuangan menggapainya, doa-doa kami untuk mengetuk Arsy mengharap Allah memberi keputusan terbaik, pagi itu airmata tumpah ruah. Ada air mata bahagia seperti kami karena putranya dinyatakan lulus, ada juga air mata sedih karena belum berhasil.
Untuk yang gagal di ujian ini, ada kurang lebih dari 27 stand pesantren alumni Gontor yang siap menampung calon santri untuk belajar sementara dan bisa ikut test KMI lagi tahun depan, tidak akan rugi umur dan biaya karena bila lulus tahun depan bisa langsung masuk kelas 2, meski begitu tetap saja saya menemui beberapa orang tua yang tidak menerima kegagalan anaknya. Dari sini saya belajar, sabar itu memang mahal harganya. Anak kami Najmi sudah menjadi santri di Gontor, kami sudah mengikhlaskan untuk berpisah dan bertemu awal puasa tahun depan, komunikasi kami hanya lewat doa.
Selamat berjuang pahlawan kecilku, semoga engkau anakku, menjadi manusia yang bermanfaat bukan dimanfaatkan karena hidup hanya sekali, hidup harus berarti.
Bogor, Akhir Juli 2017
Komentar
Belum Ada Komentar